PENDAHULUAN
Joyce
& Weil dalam Rusman,dkk (2012:38) mendefinisikan model pembelajaran sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. Suyono dan Hariyanto (2012:23) menyimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah model yang dipilih dalam rencana pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan dilaksanakan dengan suatu sintaks
(langkah-langkah yang sistematis dan urut) tertentu. Dengan demikian, model
pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang memuat perencanaan
pembelajaran yang sistematis untuk mencapai tujuan pebelajaran.
Model
pembelajaran cenderung preskriptif sehingga relatif sulit dibedakan dengan
strategi pembelajaran. Untuk membedakannya Joyce & Weil dalam Rusman, dkk
(2012:38) menyatakan bahwa model pembelajaran memiliki lima unsur dasar, yaitu
(1) syntak, yaitu langkah-langkah
operasional pembelajaran, (2) social
system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, (3) principles of reaction, menggambarkan
bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, (4) support system, segala sarana, bahan,
alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant effects, hasil belajar yang diperoleh langsung
berdasarkan tujuan yang disasar (instructional
effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects).
Beberapa
model pembelajaran berlandaskan pada pandangan teori belajar tertentu. Salah
satunya adalah pandangan konstruktivisme. Terdapat lima contoh model pembelajaran
yang bertolak dari pandangan konstruktivisme, yaitu: model reasoning and problem solving, model problem-based instruction, model inquiry, model group
investigation, dan model conceptual
change. Dalam hal ini, model pembelajaran yang akan dibahas adalah model conceptual change atau model perubahan
konseptual yang terkadang disebut juga model pembelajaran perubahan konseptual.
MODEL
PEMBELAJARAN PERUBAHAN KONSEPTUAL
Model pembelajaran perubahan
konseptual diperkenalkan oleh
Posner, dkk pada tahun 1982 dan pertama kali dikembangkan di Cornell
University pada tahun 1978-1979 (Barlia,2009).
Model
pembelajaran perubahan konseptual adalah model pembelajaran yang bertolak dari
pandangan konstruktivisme. Menurut Hein
dalam Barlia (2011) konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu filosofi
yang didasari oleh pemikiran bahwa proses pembentukan pengetahuan pada individu
manusia merupakan hasil kegiatan mental yang ditunjang oleh proses pengalaman
belajarnya. Artinya, siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Berdasarkan
hal tersebut, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran perubahan konseptual
harus memfasilitasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam membangun
pengetahuannya.
Pengetahuan
awal siswa tentang suatu konsep yang sudah dimiliki sebelum mengikuti
pembelajaran disebut konsepsi awal siswa, sedangkan konsepsi siswa merupakan
pengetahuan siswa tentang suatu konsep yang diperoleh siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran. Konsepsi awal siswa tidak selalu sama dengan konsep yang
baru. Siswa akan melakukan beberapa hal dalam menghadapi konsep yang baru yaitu
(1) mengabaikan dan menolaknya, (2) memadukan keduanya, (3) mengubah konsepsi
awalnya dengan konsep yang baru. Menurut Piaget terdapat tiga proses kunci yang
dilakukan individu dalam membangun pengetahuan yaitu, asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrium (Suratno, 2008). Sementara itu, Posner et al., (1982) memandang
bahwa proses perubahan konseptual diawali oleh proses asimilasi kemudian
akomodasi.
Proses
asimilasi merupakan proses dimana konsepsi awal siswa sejalan dengan konsep
yang baru sehingga siswa akan menggunakan konsepsi awalnya untuk menghadapi
konsep baru dengan suatu perubahan kecil yang berupa penyesuaian, sedangkan
pada proses akomodasi terjadi konflik kognitif karena konsepsi awal siswa tidak
sesuai dengan konsep yang baru sehingga siswa melakukan perubahan konseptual.
Menurut Posner et al.,(1982) terdapat empat syarat yang mendukung terjadinya
proses akomodasi menuju perubahan konseptual, yaitu: (1) harus ada
ketidakpuasan (dissatisfaction)
terhadap konsepsi yang telah ada, (2) konsepsi yang baru harus dapat dimengerti
(intelligible), (3) konsepsi yang
baru harus masuk akal (plausible),
dan (4) konsep yang baru harus berdaya guna atau bermanfaat (fruitful).
Berdasarkan
hal tersebut, agar terjadi proses perubahan konseptual, guru berperan sebagai
mediator dan fasilitator. Peran tersebut dapat dilakukan dengan beberapa tahap
berikut ini; (1) mengungkapkan konsepsi awal siswa dengan cara meminta siswa
untuk mengemukakan pendapatnya tentang suatu konsep, (2) membandingkan dan
membedakannya konsepsi awalnya dengan pendapat teman-temannya melalui diskusi
kelompok sehingga terjadilah konflik kognitif. Konflik kognitif ini diharapkan
dapat memotivasi siswa untuk mencari penjelasan dari perbedaan-perbedaan
pendapat yang ada, (3) membantu siswa dalam mengkonstruksikan konsepsinya
dengan menyediakan kondisi dan sarana yang mendukung proses belajar siswa, (4) mengarahkan
dan memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan konsep baru dalam
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungannya sehingga siswa
merasa bahwa konsep tersebut berdaya guna atau bermanfaat. Menurut Anderson
(Suratno, 2008) dalam menerapkan model pembelajaran perubahan konseptual, guru
sebaiknya memandang kelas sebagai suatu learning
community. Di kelas, siswa tidak hanya aktif dalam mempelajari fakta, akan
tetapi harus aktif dalam melatih keterampilan inkuiri seperti mengemukakan
penjelasan, deskripsi, prediksi, dan mengontrol obyek dan peristiwa alamiah.
Dalam suatu learning community, siswa
belajar dari berbagai sumber baik melalui buku teks, informasi guru, media
informasi yang sesuai, praktikum, penelitian, ataupun melalui diskusi teman sejawat.
PENUTUP
Dari
semua uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran perubahan
konseptual berlandaskan teori konstruktivisme. Penerapkan model ini dalam
kegiatan pembelajaran, guru tidak hanya menganggap belajar sebagai proses
menerima dan menyimpan informasi sebagai akibat dari membaca buku dan
mendengarkan uraian guru, akan tetapi suatu proses yang dilakukan siswa secara
aktif dalam mengkonstruksikan konsepsinya sehingga kegiatan belajar menjadi
lebih bermakna. Hal ini menuntut guru menjadi lebih kreatif dalam merencanakan
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan secara maksimal segala sarana yang ada
di sekolah, sehingga siswa bukan hanya mengerti akan suatu konsep, akan tetapi
siswa mempunyai kemampuan yang memungkinkan mereka dapat berbuat sesuatu demi
kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Barlia,
Lily. 2009. “Perubahan Konseptual dalam pembelajaran Sains Anak Usia Sekolah
Dasar”. Jurnal Cakrawala Pendidikan, XXVIII
(1), 48-59.
Barlia,
Lily. 2011. “Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains di SD: Tinjauan
Epistemology, Ontology, dan Keraguan dalam Praktisinya”. Jurnal Cakrawala Pendidikan, XXX (3), 343-356.
Posner,
George J., Strike, Kenneth A., Hewson, Peter W., and Gertzog, William A., 1982.
Accomodation of a Scientific Conception: Toward a Theory of Conceptual Change.
Science Education Vol. 88. No.2, 211-227.
Rusman,
dkk. 2012. Pembelajaran Berbasis
Tekhnologi Informasi dan Komunikasi: mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Santyasa,
I,W. 2008. Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika
bagi Siswa dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi
Kelompok. Laporan penelitian. Lembaga
penelitian Universitas Ganesha.
Suratno,
Tatang. 2008. “Konstruktivisme, Konsepsi Alternatif, dan Perubahan Konseptual
dalam Pendidikan IPA”. Jurnal Pendidikan
Dasar,10.
Suyono
dan Hariyanto. 2012. Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar