Dosen : Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd
Penyusun : Dian Mila Kusuma, Dewi Septiani K, Rizkina Ika
Prodi : Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Untirta
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan adalah bidang yang sangat penting dan banyak mendapat
perhatian dari masyarakat luas. Dalam pelaksanaannya, pendidikan terus
mengalami perbaikan dan pembaharuan demi
tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini juga dilakukan karena perlunya
menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan jaman. Kurikulum terus berganti
dengan menyesuaikan perkembangan jaman dan kebutuhan di dunia global.
Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan
yang bersifat mendasar, antara lain; perubahan dari pandangan kehidupan
masyarakat lokal ke masyarakat global, perubahan dari kohesi sosial menjadi partisipasi
demokratis, dan perubahan dari pertumbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan.
Untuk melaksanakan perubahan dalam dunia pendidikan tersebut, sejak tahun 1998
UNESCO telah mengemukakan dua basis landasan: pertama; pendidikan harus
diletakkan pada empat pilar yaitu belajar mengetahui (learning to know),
belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning
to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be);
kedua, belajar seumur hidup (life long learning).
Penanaman kultur sedemikian harus dikembangkan dalam pendidikan,
karena pada akhirnya aspek kultural dari kehidupan manusia, terutama yang
berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap lebih penting dari pertumbuhan
ekonomi. Maka perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan terutama
berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebuutuhan
masyarakat dan dunia kerja. Dalam rangka peningkatan kuaalitas pendidikan, maka
pemerintah meningkatkan kualitas para pendidik dengan berbagai cara. Pemerintah
juga memperkaya dunia pendidikan dengan sumber belajar yang lebih menyesuaikan
perkembangan jaman. Saat ini semakin banyak dikembangkan sumber belajar yang
berbasi s teknologi dan informasi. Dalam
penerapannya, penggunaan teknologi canggih hanya terpaku pada hard ware saja
dan cenderung melupakan soft skill serta etika yang melekat dari TIK. Soft
skills ini berlandaskan pemahaman seseorang atas soft technology. Untuk
memaknai semua ini, persektif SDM tidak cukup hanya memahami hard ware saja.
Teknologi pembelajaran mempersiapkan SDM yang menguasai belajar dan
pembelajaran sebagai soft skills,
sekaligus mempersiapkan mereka untuk memiliki ilmu terkait dengan soft
technology.
Teknologi pembelajaran saat ini telah berkembang dan muncul sebagai
bidang ilmu tersendiri dengan kawasan penelitian dan praktek yang beragam.
Dalam perkembangannya, terdapat banyak sekali hal yang mempengaruhinya, mulai
dari munculnya hingga masa perkembangannya sekarang. Makalah ini dibuat untuk
membahas tentang sumber-sumber yang mempengaruhi teknologi pembelajaran, dengan
mengacu pada rumusan masalah berikut ini:
1.
Bagaimana
perkembangan historis teknologi pembelajaran?
2.
Apa
saja yang mempengaruhi teknologi pembelajaran?
3.
Bagaimana
hal-hal tersebut mempengaruhi teknologi pembelajaran?
Dengan demikian, dari rumusan masalah yang telah disampaikan di
atas, maka dapat dirumuskan tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.
Menjelaskan
perkembangan historis teknologi pembelajaran
2.
Menyebutkan
hal-hal yang mempengaruhi teknologi pembelajaran
3.
Menjabarkan
bagaimana hal-hal tersebut dapat mempengaruhi teknologi pembelajaran
BAB II
SUMBER-SUMBER
YANG MEMPENGARUHI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
2.1. Perkembangan Historis Teknologi
Pembelajaran
Keberadaan
bidang teknologi pembelajaran pada awalnya diindikasikan oleh munculnya
pembelajaran visual, dan kemudian pembelajaran audio visual sebagai sebuah
konsep. Buku-buku terdahulu karya Hoban, Hoban dan Zisman (1937) dan Dale
(1946), yang dibantu oleh media yang ekstensif dan efektif dalam pelatihan
militer AS selama Perang Dunia II, mengorbitkan dan melegitimasikan munculnya
bidang teknologi pembelajaran. Selain itu, National Film Board di Kanada,salah
satu badan yang memproduuksi film dokumenter tertua, juga didirikan pada tahun
1939. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu sudah digunakan film sebagai
media penyampaian informasi dalam pendidikan.
Hasil-hasil penelitian
yang dilakukan oleh Wood dan Freeman (1929), Knowlton dan Tilton (1929)serta
Carpenter dan Greenhill (1956), mengkonfirmasi pentingnya peran media dalam
proses pembelajaran dan membantu terbentuknya bidang teknologi pembelajaran. Flemming dan Levie (19976; 1993) kemudian
menyimpulkan kebanyakan dari hasil penelitian tentang media dan psikologi yang
telah dilakukan itu dan mensitesakannya sebagai pedoman dalam desain pesan.
Pada tahun
1954, Skinner membuat karya berupa mesin yang disebut dengan mesin pengajar
(teaching machine) dan belajar terprogram. Sejak saat itu, para teknolog
pembelajaran mulai merasa bahwa mereka mempunyai dasar psikologi.
Karya Skinner
dalam psikologi perilaku yang dipopulerkan oleh Mager (1962), meletakkan dasar
pemikiran baru dan nampaknya dapat lebih diterima. Lunsdaine dan Glaser (1960)
dan Lumsdaine (1964) menggambarkan hubungan psikologi perilaku dengan teknologi
pembelajaran, dan Wiman dan Meierhenry (1969) mengedit karya pertama yang
merumuskan hubungan psikologi belajar dengan teknologi pembelajaran. Bruner
(1966), Glaser (1965) dan Gagne (1965; 1989) memperkenalkan konsep baru yang
selanjutnya memacu partisipasi lebih luas para pakar psikologi kognitif. Kemudian
pandangan ini berkembang menjadi pandangan yang tidak hanya mementingkan aspek
kognitif saja tetapi juga memberikan penekanan pada peran konteks pembelajaran
dan persepsi individu pembelajar.
Salah satu
perubahan yang sangat besar dalam teknologi pembelajaran adalah perluasan area
ke arah praktek. Perluasan area praktek ini tidak hanya diterapkan di
sekolah-sekolah, tetapi juga pada pelatihan-pelatihan orang dewasa yang
dilaksanakan di instansi pemerintah bahkan perusahaan swasta. Teknologi
pembelajaran kemudian mengembangkan sistem pembelajaran jarak jauh sebagai
kontribusinya dalam memeratakan kesempatan belajar dan mempermudah serta
memperluas akses pembelajaran.
Dalam
perkembangannya, teknologi pembelajaran juga dipicu oleh berbagai keragaman
situasi belajar. Mulai dari beragamnya pembelajar dari segi usia, latar
belakang, dan minat sampai pada beragamnya lingkungan belajar. Keragaman tersebut
membutuhkan metode pembelajaran yang berbeda, bahkan juga media yang berbeda.
Hal ini membuat para teknolog pembelajaran terus mengembangkan teknologi
pembelajaran.
Beberapa hal
yang mempengaruhi perkembangan teknologi pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.
Landasan
penelitian dan teori
2.
Nilai
dan perspektif yang berlaku
3.
Kemampuan
teknologi itu sendiri
2.2. Pengaruh Penelitian dan Teori
Teknologi pebelajaran banyak dipengaruhi oleh teori dari beberapa
bidang disiplin ilmu, antara lain:
·
Psikologi
·
Rekayasa
·
Komunikasi
·
Ilmu
komputer
·
Bisnis
·
Pendidikan
secara umum
Dewi Salma Prawiradilaga (2012) dalam bukunya Wawasan Teknologi
Pendidikan menyatakan bahwa terdapat tiga disiplin ilmu yang sangat lekat
dengan teknologi pendidikan yaitu psikologi, komunikasi, dan manajemen.
Psikologi merupakan ilmu yang tertua yang diadopsi oleh teknologi
pembellajaran. Pendapat beberapa ahli tentang bagaimana seseorang itu belajar
dan bagaimana membelajarkan orang tersebut adalah salah satu bukti penerapan
psikologi dalam teknologi pembelajaran. Hakikat teknologi pembelajaran adalah
belajar dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang tepat. Karenanya, seorang
teknolog pembelajaran harus mengetahui bagaimana seseorang dapat belajar dengan
sebaik-baiknya. Selain itu, peran guru sebagai motivator pun merupakan bagian
penting dalam teori psikologi ini. Teori motivasi belajar intrinsik seperti
peranan minat seseorang terhadap sesuatu hal yang dapat mendorong perilaku
belajar, pengaruh perbedaan kepribadian atas penguasaan materi, serta asanya kategori
kemampuan intelektual seseorang yang dijadikan patokan untuk mendesain kegiatan
pembelajaran adalah contoh-contoh bagaimana psikologi mempengaruhi perkembangan
teknologi pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran terjadi proses komunikasi yaitu pada saat
penyampaian materi pembelajaran dari pendidik pada peserta didik. Wittch dan
Schuller dalam Dewi Salma (2012) menyatakan bahwa di kelas perlu dikembangkan
proses komunikasi. Hal ini karena sering terjadi kegagalan proses belajar
seseorang karena kesalahan komunikasi, yang berkenaan dengan; (1) verbalisme;
situasi dimana peserta didik mendengarkan banyak istilah yang relatif baru,
sehingga persepsi terhambat dan materi sulit dicerna; (2) ketidakjelasan
rujukan;kemungkinan contoh naratif yang diberikan oleh pengajar tidak relevan
dengan pokok bbahasan; (3) mimpi di siang hari: tidak ada perhatian dari
peserta didik karena dia tidak berminat atau tidak paham akan pentingnya materi
yang diajarkan; (4) ketidanyamanan fisik. Alasan-alasan tersebut membuktikan bahwa
komunikasi sangat penting dalam perkembangan teknologi pembelajaran.
Selain alasan tadi, pemanfaatan media pembelajaran menjadi salah
satu pemicu perubahan prinsip, pemikiran, dan produk dari teknologi
pembelajaran. Konsep teknologi, informasi dan komunikasi masa kini menjadikan
dunia pendidikan sangat global. Antisipasi dapat dilakukan oleh teknologi
pembelajaran dengan mengkaji kebermanfaatan teknologi digital bagi dunia
pendidikan.
Seels dan Richey (1994) menjabarkan pengaruh penelitian dan teori
terhadap teknologi pembelajaran dalam masing-masing kawasan teknologi
pembelajaran; kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan,
kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian.
2.2.1. Kawasan Desain
Dalam kawasan desain terdapat beberapa teori dan penelitian yang
berpengaruh, yaitu: teori sistem umum, penelitian dan teori psikologi,
penelitian belajar-mengajar, serta teori komunikasi dan penelitian
persepsi-atensi.
Teori sistem umum diterapkan dalam bidang ini melalui aplikasi
model-model perancangan sistem pembelajaran (instructional system design=ISD).
Sebagai teori, Instructional System Design didukung oleh logika deduktif,
praktek yang dinilai, dan pengalaman yang sukses. Hasil-hasil penelitian yang
ada untuk desain sistemaatik mendukung komponen-komponen proses perancangan
misalnya pengaruh sistem pembelajaran yang berbasis tujuan, atau kesesuaian isi
dengan hasil analisis.
Penelitian dan teori psikologi. Peran teori psikologi dalam kawasan
desain adalah sebagai dasar dalam perancangan pembelajaran. Teori psikologi
disini berhubungahn dengan teori belajar, teori motivasi dan persepsi. Dalam
menyusun desain pembelajaran, seorang pendidik harus mendaasrkannya pada teori
belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didiknya. Seorang pendidik juga
harus memikirkan cara memotivasi dan peserta didik dalam desain pembelajarannya.
Pentingnya motivasi peserta didik telah ;ama melebur ke dalam teknologi
pembelajaran sejak audiovisual digunakan sebagai alat motivasi sampai perhatian
saat ini, yang menanamkan unsur motivasi ke dalam perencanaan pembelajaran.
Sebagai contioh, Keller (1987) merumuskan prosedur desain motivasi bedasarkan
hasil penelitian psikologi yang mengulas topik-topik seperti peran harapan dan
perilaku seseorang, minat, keingintahuan, keinginan berprestasi, dan sikap
akademik.
Penelitian belajar mengajar. Dalam mendesain rencana
pembelajaran, seorang pendidik merujuk pada teori-teori yang mengklasifikasikb
materi pelajaran yang biasanya berdasarkan pada salah satu dari taksonomi
berikut:
·
Taksonomi
kawasan kognitif Bloom (1956)
·
Taksonomi
kawasan afektif Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964)
·
Taksonomi
kawasan psikomotor Harrow (1972)
·
Pengertian
mengenai lima kemampuan yang dipelajari (learned capabilities) Gagne (1985)
·
Teori
tampilan unsur (Component Display Theory) Merril (1983).
Teori komunikasi dan penelitian persepsi-atensi. Penelitian
komunikasi tradisional terutama jika dikombinasikan dengan prinsip belajar telah memberikan pengaruh
yang sangat besar dalam perancangan pembelajaran, terutama perancangan makro
seperti tata letak (lay-out) halaman, desain layar, desain grafis visual.
Flemming (1987) menyatakan tentang karakteristik persepsi yang relevan untuk
perancangan, termasuk organisasi, perbandingan dan kontras, warna, kemiripan,
nilai, dan bidang informasi yang disajikan.
2.2.2. Kawasan Pengembangan
Pada kawasan pengembangan lebih banyak dipengaruhi oleh bukan hanya
teori komunikasi tetapi juga oleh teori pemrosesan visual dan auditori,
berpikir vvisual, dan estetika.
Teori yang berdampak pada kawasan pengembangan secara
keseluruhan.Teori Shannon dan Weaver (1949) menjelaskan tentang proses
penyampaian pesan dari pengirim ke penerima dengan menggunakan srana sensorik.
Sementara Berlo (1960) menekankan fakta bahwa sesungguhnya manusia adalah
jantung dari sebuah proses komunikasi, bukan media.
Serangkaian teknik dalam mengembangkan suatu media pembelajaran
telah muncul. Contohnya dalam teknologi cetak telah dilahirkan konsep
keterbacaan dan teknik untuk menentukan tingkat keterbacaan suatu materi teks.
Dalam teknologi komputer telah berkembang beberapa teknik
programming dan authoring. Pengembangan program pembelajaran jarak jauh
memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, desain grafis, interaktif, dan
teknik elektronk yang canggih.
2.2.3. Kawasan Pemanfaatan
Penelitian pada
kawasan pemanfaatan teknologi pembelajaran banyak menyinggung masalah-masalah
seperti penggunaan media secara optimal, dan pengaruh media terhadap waktu yang
diperlukan untuk belajar (Thompson, Simonson, dan Hargrave, 1992). Hasil-hasil
dari penelitian tersebut akan membuat para teknolog pembelajaran untuk semakin
mengeksplor dan mencari tahu media yang terbaik yang dapat secara efektih membantu pendidik
menyampaikan materi.
Kawasan
pemanfaatan banyak bergantung pada proses difusi. Dalam kaitan ini karya Rogers
(1962, 1983) memberikan kontribusi yang sangat penting untuk memahami gejala
difusi inovasi. Hasil dari eksplorasi Rogers tentang proses difusi ini adalah
suatu model yang banyak didasarkan pada hasil pennelitian tentang adopsi
inovasi. Secara umum penelitian ini telah mengidentifikasi variabel-variabel
yang diduga benyak mempengaruhi penerimaan ide-ide baru dan menjelaskan
bagaimana proses penerimaan inovasi baru tersebut terjadi. Model Rogers ini
didasarkan pada anggapan bahwa ada empat elemen utama yang beroperasi dalam
proses difusi ini, yaitu bentuk atau karakter inovasi, saluran komunikasi yang
ada, waktu, dan sistem sosial yang berlaku.
2.2.4. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan proyek
sebagai suatu konsep, pada awalnya diperkenalkan sebagai “cara yang efisien dan
efektif dalam menghimpun suatu tim, dimana pengetahuan dan keahlian anggotanya
sesuai dengan situasi unik dan tuntutan teknis jangka pendek yang ditentukan
oleh pemberi kerja” (Rothwell dan Kazanas, 1992). Ini berbeda dengan konsep
tradisional karena otoritas ada di tangan mereka yang memiliki keahlian dan
pengetahuan, dan bukan dari konsep organisasi yang disusun berdasarkan garis
komando.
Pengelolaan sumber
salah satunya adalah pengelolaan sistem penyampaian. Di sini, yang menjadi
pokok permasalahan adalah berkenaan dengan hal-hal yang menyangkut sarana,
seperti kebutuhan perangkat keras dan lunak, dukungan teknis untuk operator dan
pemakai, dan karakteristik lain tentang pengoperasian sistem teknologi.
Secara konseptual peranan mengelola para teknolog pembelajaran di
masa mendatang tidak hanya meliputi penggunaan teknologi, tetapi juga akan
berkembang ke arah pengelolaan sumber daya manusia dan perencanaan strategis.
Meskipun sebagian besar orientasi pengelolaan berasal dari perspektif
kerekayasaan, teori motivasi dan teori perubahan yang berfokus pada pendekatan
humanistik juga akan bertumbuh dan berkembang.
2.2.5. Kawasan Penilaian
Penilaian sering
dihubungkan dengan orientasi keperilakuan dalam desain pembelajaran dan hal-hal
yang diturunkan dari teori sistem umum. Teori sistem umum memberikan
rambu-rambu proses desain secara keseluruhan yang memuat pertimbangan logis
dalam tugas penilaian yang dilakukan para teknolog pembelajaran. Penelusuran
kebutuhan (needs assessment), evaluasi formatif dan sumatif, dan pengujian yang
mengacu kriteria, semuanya dipengaruhi oleh kebutuhan akan adanya sistem
regulasi diri (self-regulating system) dan keyakinan akan peran positif umpan
balik.
Akhir-akhir ini
ada tendensi untuk menyisipkan pandangan kognitif dan konstruktif pada ranah
penilaian dan evaluasi, dengan cara mempertimbangkan konteks pembelajaran.
Dalam analisis kebutuhan, perlu cakupan yang lebih luas, tidak hanya
berkonsentrasi pada isi, melainkan juga memberikan perhatian pada analisis
pembelajar, serta analisis organisasi dan lingkungan. Sementara beberapa pendaapat
menyatakan bahwa pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek behavioristik
akan menghasilkan pembelajaran yang sepintas (surface learning) dan bukannya
pembelajaran yang mendalam (deep learning) (Kember dan Murphy, 1990).
2.3. Pengaruh Nilai dan Perspektif
yang berlaku
Yang dimaksud dengan nilai umum disini adalah nilai-nilai yang
digunakan sebagai landasan berfikir, yang mungkin berasal dari pengalaman yang
sama, pembudayaan yang berasal dari teori-teori, atau karakteristik pribadi
orang yang tertarik pada suatu disiplin ilmu. Para teknolog pembelajaran
cenderung menilai konsep sebagai: replikabilitas pembelajaran, individualisasi,
efisiensi, penggeneralisasian proses isi lintas bidang, perencanaan terinci,
analisis dan spesifikasi, kekuatan visual, dan manfaat pembelajaran bermedia.
Nilai-nilai
disiplin ilmu terbentuk oleh aspek lain dari budaya seperti: penelitian dan
teori, keberadaan filosofis yang dominan, hakekat latar dimana aplikasi
dilaksanakan, dan terutama dalam hal ini sumber yang tersedia. Meskipun
demikian, ada pandangan alternatif lain yang ikut memberntuk karya para
teknolog pembelajaran.
Konsep
paradigma alternatif dalam menemukan pengetahuan baru-baru ini telah menjadi
fokus utama dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam perpektif ilmiah, paradigma
alternatif ini memiliki kecenderungan untuk menerima metodologi penelitian
kualitatif, penelitian fenomenologis dan gerakan ke arah psikologi
kontruktivis. Teknologi pembelajaran juga merasakan pengaruh ini, sebagai
contoh Striebel (1991) mengemukakan pendapatnya bahwa komputer bukanlah hanya
sekedar bentuk sistem penyampaian, tetapi sebagai suatu lingkungan yang
memiliki nilai-nilai tertentu dengan segala kecenderungannya. Bowers (1988)
juga memberikan suatu tantangan yang meragukan bahwa teknologi betul-betul
bersifat netral dan dapat dibentuk untuk memenuhi segala tujuan yang
diinginkan.
Gerakan
psikologi konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi Pembelajaran.
Menurut pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya relaitas fisik, namun
pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari hasil penafsiran pengalaman.
Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari orang yang memahaminya. Belajar
merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah
ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Konstruktivisme
cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan
kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya,
baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat otentik
yang digunakan untuk memecahkan masalah. Nampaknya, ada semacam keengganan
terhadap adanya perumusan pengetahuan secara rinci yang harus dikuasai, dan
kengganan terhadap simplikasi atau regulasi isi, karena semua proses itu akan
meniadakan arti penting konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya
transfer.
Perspektif
alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari kelompok
yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning).
Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik” dan
berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan terjadi
bilamana pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara kontekstual”. Bila
orang menekankan pada belajar situasional, maka logika kelanjutannya adalah
memahami belajar sebagai suatu proses yang aktif, berkesinambungan dan dinilai
lebih pada aplikasi daripada sekedar perolehan.
Gerakan
teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan
perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para teknololog
kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya
daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai suatu pendekatan pemecahan
masalah adalah suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetic,
ilmu menajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para
teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu
solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan
peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau
alokasi sumber sebagai intervensi.
Filsafat
alternatif pun turut mewarnai terhadap perkembangan teknologi pembelajaran.
Filsafat alternatif ini berkembang dari kelompok post-modernis (pasca-modern),
yang telah melakukan analisis kritis terhadap berbagai landasan keyakinan
tradisional dan nilai-nilai dalam bidang Teknologi Pembelajaran. Dalam
perspektif post-modern, bahwa teknologi pembelajaran sebagai suatu kiat
sekaligus sebagai ilmu. Hlynka (1991) menjelaskan bahwa post-modern adalah
suatu cara berfikir yang menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal dan
kompleks, dari pada bersifat universal, stabil dan sederhana.
Banyak
implikasi filsafat post-modern untuk praktek dan teori desain sekarang ini,
terutama tentang orientasi pemikiran yang menggunakan paradigma desain baru,
dan tidak bersandarkan pada model desain yang sistematis. Filsafat post-modern
lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka dan fleksibel, dari pada
hal-hal yang tertutup, terstruktur dan kaku (Hlynka, 1991)
Pengaruh Teknologi
Kekuatan
teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan
dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi
pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang
realistik, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang
cepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan
jarak antara pengajar dan pembelajar (Hannfin, 1992). Perancang yang terampil
dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan
keunggulan dalam : (a) mengintegrasikan media; (b) menyelenggarakan
pengemdalian atas pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan
(c) mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan
lingkungan kerja setiap individu.
Teknologi,
disamping mampu menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media pembelajaran
yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di lapangan dengan
digunakannya sarana berbasis komputer untuk menunjang tugas perancangan.
BAB III
PENUTUP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar