#SERI SEMANGAT GURU
SESI
CRITICAL THINKING: BERPIKIR KRITIS & TEKNOLOGI
(Program
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kemampuan nonteknis sebagai pendukung
penggunaan teknologi dalam kegiatan belajar mengajar)
Pada kesempatan kali ini,
saya ingin berbagi pengalaman mengikuti diklat semangat guru yang
diselenggarakan pada tanggal 21 Juni 2021 sampai 25 Agustus 2021. Banyak hal
yang telah dibagi oleh Adi Respati. Adi Respati merupakan konsultan adopsi
teknologi dalam pembelajaran di Websis for Edu.
Pada Sesi ke-dua, Ka Adi
berbagi tentang Critical Thinking: Berpikir
Kritis dan Teknologi. Bagaimana mengintegrasikan
berpikir kritis dalam pembelajaran menggunakan teknologi. Ka Adi membagi materi
menjadi dua bagian yaitu berpikir kritis dan saya sadar, saya berpikir.
Berpikir
Kritis
Saat ini, Guru diharuskan
mampu menumbuhkan berpikir kritis pada murid-muridnya, bukan hanya sebagai
kemampuan tetapi sebagai keterampilan.
Apa itu berpikir kritis?
Criticalthinking.org
menyatakan critical thinking sebagai
proses berpikir (observasi, refleksi, menalar) yang disiplin, mahir, dan aktif
dalam membuat konsep dari menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/atau
mengevaluasi informasi. Parker and Moore, menyatakan critical thinking sebagai keputusan seseorang yang penuh sadar dan
hati-hati untuk menerima, menolak, atau menangguhkan penilaian terhadap suatu
klaim dan derajat keyakinannya dalam ia menerima atau menolak klaim tersebut. Sedangkan
Prof. Dr. Bagus Takwin mendefinisikan berpikir kritis sebagai keterampilan seseorang
dengan akurat memutuskan sikapnya terhadap suatu informasi: setuju, tunda, atau
tidak setuju.
Definisi critical thinking menurut
Criticalthinking.org lebih bersifat reaktif artinya proses berpikir kritis terjadi
disaat ada pertanyaan atau diminta untuk memecahkan suatu masalah. Padahal berpikir
kritis itu merupakan suatu proses yang terjadi secara spontan dalam diri kita
seperti yang diusulkan oleh Parker and Moore bahwa berpikir kritis selalu ada
dalam diri seseorang untuk selalu siap menimbang dan menyakinkan diri dalam
setiap mengambil keputusan.
Mengapa perlu berpikir
kritis menghadapi internet?
Sebelum membahas tentang bagaimana
mengintegrasikan berpikir kritis dalam pembelajaran menggunakan teknologi. Ka
Adi memberikan informasi terkait berpikir kritis dalam menghadapi informasi di
media sosial terlebih dahulu.
Internet diumpamakan sebagai
megaphone yang paling efektif karena akan menyampaikan pesan atau informasi ke
segala penjuru. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan
gagasan atau opininya di media sosial sehingga akan terdapat banyak informasi
mengenai banyak hal. Informasi tersebut akan saling bersinggungan dan akan
menghasilkan informasi yang populer jika diterima oleh sebagian besar kalangan warga-net.
Hanya saja, informasi yang populer belum tentu informasi yang valid. Informasi
populer berkaitan dengan jumlah like,
forward, dan share. Warga-net
dapat melakukan ketiga tindakan tersebut tanpa memvalidasi kebenaran informasi
terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan informasi populer seakan-akan menjadi
informasi yang benar dan menutup bahkan menghilangkan informasi yang valid. Inilah
bahaya yang ditimbulkan saat kita menerima informasi dari internet tanpa
berpikir kritis.
Namun, jika informasi sampai
pada warga-net yang cenderung memilah dan memilih satu persatu informasi dan memvalidasi kebenaran informasi
tersebut maka informasi yang diperolehnya adalah informasi yang valid. Proses
pemilahan informasi inilah yang menggambarkan definisi berpikir kritis dimana terjadi
proses secara sadar, hati-hati, disiplin, mahir, dan aktif untuk mengkonsep,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi sehingga dapat membuat
keputusan baik itu menerima, menolak atau menangguhkan.
Mengapa internet penuh
keputusan gegabah (tanpa berpikir kritis)?
Internet penuh keputusan
gegabah karena fenomena yang terjadi saat ini adalah media sosial memberikan
hadiah keputusan gegabah dengan perhatian. Berdasarkan teori behaviorisme,
tingkah laku terjadi karena adanya stimulus. Pengulangan tingkah laku sangat bergantung dengan
konsekuensi dari tingkah laku sebelumnya, jika konsekuensinya menyenangkan maka
tingkah laku tersebut akan berulang. Misalkan stimulusnya adalah peristiwa
sosial. Warga-net dapat bebas memberikan opini pada peristiwa tersebut. Opini
tersebut akan mendapat sambutan dari warga-net lain dengan memberikan tiga
tindakan tadi yaitu like, forward, dan
share. Tindakan ini menyebabkan opini
menjadi popular dan warga-net yang memberikan opini tersebut menjadi pusat
perhatian. Hal ini memberikan rasa puas dan pengalaman yang menyenangkan sehingga dia akan membuat opini-opini lagi ketika
ada stimulus lain untuk menarik perhatian warga-net tanpa memikirkan apakah
opini tersebut berdasarkan aktivitas berpikir kritis atau hanya keputusan yang
gegabah.
Pada umumnya pengguna
internet terbesar adalah remaja dan dewasa muda. Secara psikologi, berdasarkan
teori piramida kebutuhan Maslow, kebutuhan remaja ada pada tingkat kasih
sayang, dan dewasa muda pada tingkat kompetensi. Kebutuhan pada tingkatan
tersebut dapat mereka capai ketika mendapatkan perhatian publik sehingga mereka
akan mencoba mendapatkan perhatian tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.
Permasalahannya adalah pencapaian kebutuhan tersebut terkadang tidak
berlandaskan pada kegiatan berpikir kritis sehingga tidak mempertimbangkan baik
tidaknya, berguna atau tidaknya suatu informasi yang mereka post di media massa, tujuan utamanya adalah
bagaimana dia mendapatkan perhatian sebanyak-banyaknya dari warga-net.
Sedangkan pada warga-net
kategori dewasa madya dan lanjut kebutuhannya lebih pada tingkat aktualisasi
diri sehingga mereka lebih cenderung menjadi pribadi yang otentik. Mereka lebih
cenderung mengabaikan apa pendapat atau pemikiran orang lain tentang informasi
yang di postnya dan biasanya
informasi tersebut telah didasari dengan berpikir kritis sehingga informasinya dapat
dikatakan sebagai informasi yang valid.
Namun, keterampilan berpikir
kritis sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh orang yang telah dewasa saja. Semua
orang mempunyai keterampilan tersebut asalkan keterampilan berpikir kritis
sudah diajarkan dan dilatih menjadi kebiasaan sedini mungkin.
Mengapa berpikir kritis itu
sulit?
Proses berpikir kritis dalam
penggunaan media sosial yaitu jika dia mendapatkan informasi atau suatu klaim
maka dia berusaha untuk mengolah informasi tersebut dengan sadar, hati-hati,
disiplin, mahir, dan aktif. Setelah itu dia akan mengkonsep, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi informasi tersebut untuk kemudian dia mengambil
tindakan apakah dia akan menerima, menolak, atau menangguhkan informasi tersebut.
Sedangkan bagi orang yang tidak berpikir kritis, dia mengabaikan proses kehati-hatian
dalam penerimaan informasi dan lebih menggunakan emosi saat pengambilan
keputusan.
Berpikir kritis itu sulit
karena membutuhkan kerja keras otak kita untuk berpikir secara sadar dan
hati-hati dalam mengambil tindakan atau keputusan. Kegiatan ini membutuhkan energi
besar dan waktu yang lama. Namun, jika kita sudah terbiasa atau terampil dalam
berpikir kritis maka walaupun otak kita bekerja keras tapi tidak membutuhkan energi
besar dan waktunya pun akan relatif lebih cepat.
Bagaimana cara membuat
berpikir kritis menjadi keterampilan bahkan menjadi kebiasaan terlebih lagi
menjadi insting?
Saya
Sadar, Saya Berpikir
Membuat berpikir kritis
menjadi kebiasaan kemudian insting
Setiap orang mampu berpikir
kritis. Namun demikian, untuk menjadi keterampilan, berpikir kritis harus
dipraktikkan setiap saat. Semakin dilatih, semakin akurat, dan akhirnya semakin
menjadi insting.
Ka Adi memperkenalkan “saya
sadar, saya berpikir” sebagai teknik latihan berpikir kritis. Saya sadar
sebagai bagian proses sadar dan hati-hati, sedangkan saya berpikir sebagai
bagian dari mengkonsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi.
Contoh kalimat sehari-hari
yang menerapkan saya sadar
-
Saya jadi sadar bahwa….
-
Saya baru ngeh bahwa….
-
Eh tunggu…kan…
Contoh kalimat sehari-hari
yang menerapkan saya berpikir
-
Saya jadi kepikiran bahwa….
-
Berarti….
-
Jangan-jangan….
-
Wow jangan-jangan….
Praktik ini bertujuan untuk
memperlambat keputusan yang biasanya diambil tanpa berpikir kritis. Ka Adi
berharap dalam sebulan ke depan untuk mempraktikkan “saya sadar, saya berpikir”
setiap kita mendapatkan informasi dan mengekspresikannya ke dalam bentuk yang
konkrit misalnya ketika mendapatkan informasi maka biasakan untuk merekam, atau
menuliskan, atau membuat gambar-gambar yang menunjukkan mind map artinya semua keputusan harus melewati “saya sadar saya
berpikir”.
Menjadi teladan
Mengajarkan berpikir kritis
pada murid, guru harus menjadi teladan terlebih dahulu. Artinya Guru sudah
terbiasa melakukan praktik saya sadar saya berpikir sehingga guru juga mempunyai
keterampilan dalam berpikir kritis.
Guru dapat mengintegrasikan
berpikir kritis dalam pembelajaran menggunakan teknologi dengan cara
mempraktikkan saya sadar saya berpikir pada saat kegiatan simpulan mengenai
materi pembelajaran dan refleksi mengenai pengalaman pribadi dalam mengikuti
pembelajaran pada bagian penutup kegiatan pembelajaran. Murid dapat menyimpulkan
dan merefleksikan kegiatan pembelajaran yang dia alami secara rutin dengan
mengungkapkan secara lisan di kelas, menuliskan naskah pendek sebanyak 250
kata, video selfie (monolog), video
presentasi/animasi, flashcards, entri
media sosial, papan komunikasi bersama di google jamboard, membuat album SSSP
di podcast kelas.
Mengapresiasi berpikir
kritis
Tingkah laku berpikir kritis
murid akan terus berlangsung jika kita memberikan rewards. Mengapresiasikan berpikir kritis dengan memberikan reward tidak melihat benar dan salah hasil
berpikir kritis mereka. Hal yang menjadi pertimbangan adalah orisinalitas dan
detil. Semakin orisinil, artinya murid semakin serius mencoba dan akan mengaitkan
dengan pengalaman dan pengetahuan personal mereka, tapi jika masih seragam,
berarti refleksi belum mendalam. Jika hasil refleksi murid semakin detil,
berarti murid semakin waspada terhadap sesuatu yang mungkin luput dari
perhatiannya dan akan bersikap tidak akan rela jika ada yang terlewat padahal
mereka sudah berusaha sejauh ini.
Praktik saya sadar saya
berpikir murid dapat diunggah di media sosial kemudian diberi apresiasi dengan
memberikan like, dan comment dari banyak kelompok masyarakat.
Hal ini menyebabkan murid merasakan bahwa ada kelompok masyarakat yang
menghargai berpikir kritis sehingga mereka akan menghindari mengupload
informasi yang gegabah untuk mendapatkan perhatian.
Untuk mengetahui lebih
mendalam tentang Critical Thinking:
Berpikir Kritis & Teknologi silahkan menonton live webinar yang ditayangkan
pada tanggal 07 Juli 2021.
Selain itu, Ka Adi
membagikan sebuah naskah “Berpikir kritis dan praktik saya sadar saya berpikir”
sebagai referensi.
Latihan mandiri dapat juga kita kerjakan untuk mempertajam hasil belajar dengan cara membuat tiga refleksi “saya sadar, saya berpikir” dan mengupload pada media sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar