Modul 1.1 Tahapan elaborasi dan koneksi antarmateri
Pada tahapan ini saya berharap dapat memberikan perspektif kritis tentang pemikiran filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam elaborasi pemahaman dengan berdialog bersama instruktur dan dapat membuat simpulan serta refleksi pengetahuan dan pengalaman baru yang dipelajari dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Hasil dari mempelajari modul 1.1 yang kemudian dikuatkan dalam elaborasi pemahaman dengan Instruktrur maka saya dapat membuat simpulan dan refleksi sebagai berikut:
Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara memiliki keyakinan bahwa pendidikan merupakan salah satu kunci utama untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab. Ki Hadjar Dewantara juga menggambarkan pendidikan sebagai tempat persemaian benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan dengan maksud agar segala unsur peradaban dan kebudayaan dapat tumbuh sebaik-baiknya dan dapat kita teruskan kepada anak cucu kita yang akan datang.
Ki Hadjar Dewantara menyatakan tujuan dari pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti yang meliputi cipta, karsa dan rasa yang seimbang sehingga mencapai nilai-nilai kebijaksanaan yang selaras dengan alam dan zamannya. Dengan demikian, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan kebudayaan nasional untuk mengangkat derajat negeri dan rakyatnya.
Inti dari filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah perubahan. Pendidikan dan kebudayaan harus terus bergerak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Artinya, pendidikan dan kebudayaan harus terus mengalami perubahan. Namun, Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa perubahan hendaklah tidak meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan sehingga dapat memberikan karakter yang khas sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama yang berkembang dalam lingkungan tersebut.
Perubahan dalam pendidikan juga harus memperhatikan tiga prinsip yang dikenal dengan dengan asas trikon meliputi 1) Azas kontinuitas yaitu pengembangan pendidikan dilaksanakan secara terus menerus dengan perencanaan yang baik dan berkesinambungan; 2) Asas konvergensi yaitu pengembangan pendidikan dapat mengambil berbagai sumber dari luar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi kultur sosial yang dimiliki; 3) Asas konsentris yaitu pengembangan pendidikan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri.
Pada pelaksanaan perubahan, hal yang menjadi perhatian adalah aspek apa yang harus mengalami perubahan dalam proses pendidikan. Pendidikan dilakukan untuk menyelaraskan hidup antara cipta, karsa, rasa, dan karya yang dikenal dengan istilah budi pekerti. Keselarasan ini akan melahirkan sifat kebijaksanaan.
Murid dan Pembelajaran di Kelas
Menurut convergentie-theorie, manusia mempunyai dua bagian watak yaitu intelligible dan biologis. Pendidikan dan pembelajaran di kelas merupakan upaya agar murid mendapatkan kesempatan untuk mengubah watak pada bagian intelligible. Inilah yang akhirnya menjadi tujuan besar seorang pendidik untuk menjadikan mereka berubah sesuai dengan standar pencapaian kompetensi yang diharapkan. Sayangnya, standar pencapaian kompetensi ini ditentukan oleh seorang pendidik tanpa mempertimbangkan karakteristik murid itu sendiri. Pencapaian kompetensi hanya diukur pada ketuntasan kurikulum. Pembelajaran akan mencapai akhir ketika semua materi tersampaikan pada seluruh murid.
Murid adalah aktor yang mengikuti skenario pembelajaran. Apapun kondisi pembelajaran saat itu murid diharapkan dapat menjadi aktor yang baik. Murid adalah penerima “reward dan punishment” dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Murid adalah kanvas yang diharapkan dapat dilukis sesuai keinginan senimannya. Pemikiran inilah yang menyebabkan pendidik menjadi frustasi saat pengharapannya tidak terwujud.
Semua pemikiran itu berubah selaras dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara bahwa setiap murid mempunyai “dasar-jiwa” yang diibaratkan sebagai sehelai kertas yang sudah terisi penuh, tetapi tulisan-tulisan tersebut masih samar. Pendidik berkewajiban untuk menebalkan tulisan yang merupakan budi pekerti yang baik. Murid tumbuh menurut kodratnya sendiri, baik itu kodrat alam maupun kodrat zaman. Pendidik hanya dapat menuntun saja, bagaimana mereka tumbuh, itu di luar kecakapan atau kehendak kita sebagai pendidik. Namun, pendidik harus mempunyai keyakinan bahwa segala usaha yang baik akan menghasilkan segala sesuatu yang baik.
Pendidik hendaklah senantiasa membantu mereka belajar menentukan tujuan untuk apa mereka belajar. Pendidik membantu mereka belajar bagaimana cara belajar sesuai dengan karakteristiknya. Pendidik juga membantu mereka untuk merefleksikan diri apa yang telah mereka capai dan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Proses ini tidaklah mudah, murid sudah terbiasa dilayani, bahkan sebagian murid kesulitan untuk menentukan tujuan belajarnya, apalagi untuk menemukan cara dan merefleksikannya. Inilah mengapa butuh ketangguhan dan keajegan hati pendidik.
Pendidik harus berubah untuk melakukan perubahan. Salah satu hal yang perlu pendidik terapkan agar pembelajaran di kelas mencerminkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah dengan tidak memaksa murid untuk menguasai suatu pengetahuan. Pendidik harus menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan senantiasa merefleksikan kegiatan pembelajaran di kelasnya.
Penguatan karakter dapat dilakukan dengan cara mengenalkan budaya lokal agar murid dapat menemukenali nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya tersebut.
Sumber:
Dewantara, K.H. (1928). Metode Montessori, Frobel dan Taman Anak. Wasita. Jilid 1 Nomor 1
Dewantara, K.H. (1936). Dasar-dasar Pendidikan: Keluarga. Tahun 1 Nomor 1, 2, 3, 4
Dewantara, K.H. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta. Leutika
Simon Petrus Rafael. (2022). Modul 1.1. Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar