Sebuah rumah
kost dekat persimpangan gang nampak tertutup rapat. Tak ada hal yang terlihat
istimewa, hanya sebuah rumah kecil tua yang terdiri atas empat kamar dengan
teras sempit tanpa sedikitpun hiasan bunga. Di pintu depan tergantung bel berbentuk lonceng yang
biasa terikat di leher sapi memberikan suara khas sebagai tanda adanya tamu
yang berkunjung. Nampak tulisan “Chemistry
House” terbuat dari kayu menempel di dinding teras.
Malam minggu ini suasana kost tidak
seperti biasanya. Ruang santai dengan
luas 3 x 3 m2 yang menjadi tempat paling ramai diantara ruang-ruang
yang ada di Chemistry House kini
sangat sepi tak berpenghuni. Televisi 14’ yang tak pernah berhenti memberikan
kehangatan informasi dunia pun hanya berdiam diri. Semua penghuni kost sedang
sibuk dengan kegiatan di kamarnya masing-masing untuk menyelesaikan tugas awal
semester ganjil dari guru kimianya.
Johann Wolfgang Doberainer yang biasa dipanggil Dobe nampak sibuk
membolak-balik kartu unsur. “Gila, susah banget ngapalin unsur sebanyak ini.” Dobe
masih terus mencoba mengatur kartu unsur ditangannya agar mudah diingat. Tak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam waktu setempat.
“Jika unsur ini digolongkan
berdasarkan logam dan non logam bisa saja sih, tapi...?” guman Dobe sambil
terus berpikir.
“Nah lho, kalau didasarkan pada sifat
logam dan non logam lantas si Arsenik masuk ke kelompok mana, dia kan
metalloid?” pikir Dobe lagi.
“Huh...!” Dobe menghembuskan napas
keras, matanya terpejam. Dobe berusaha untuk konsentrasi pada tugas yang
diberikan bu Kia. Bu Kia adalah guru kimia di SMA Nusa Indah tempat Dobe
sekolah. Tiba - tiba….
“Yup..., Oke!” serunya senang. Dobe
mengurutkan kartu unsur tersebut berdasarkan kemiripan sifatnya. Dobe
membaginya dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas tiga unsur. Kelompok unsur
kemudian diberi nama “TRIADE”. Menurut Dobe, jika unsur tersebut disusun
berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya, ternyata massa atom relatif anggota
triade yang berada di tengah merupakan massa atom relatif rata-rata dari massa
atom relatif anggota triade yang mengapitnya.
“Tuh kan bener!” Dobe langsung
mengurutkan unsur Klorin (Cl), Bromin (Br), dan Iodin (I) sesuai dengan
kenaikan massa atom relatifnya, ternyata massa atom relatif bromin merupakan
massa atom relatif rata-rata dari massa atom relatif klorin dan iodin. Selain
itu, fase bromin berupa cair merupakan fase antara dari fase klorin yang
berbentuk gas dan fase iodin yang
padatan.
Malam makin larut, rasa kantuk semakin
menggayut, akhirnya Dobe tertidur diantara tumpukkan kartu unsur yang belum
juga usai dikelompokkannya.
~***~
“Dobe bangun!” teriak John Alexander
Reina Newlands yang biasa dipanggil nyulen membangunkan Dobe.
“Apaan sih Nyu, ngantuk banget nih”
jawab Dobe sambil menggeliat malas.
“Tugas dari bu Kia sudah selesai
belum?” tanya Nyulen sambil menyusun kartu unsur yang berantakan di lantai
kamar Dobe.
“Sudah dong, tapi ada beberapa
kartu unsur yang aku bingung dimasukkan
ke kelompok mana, kamu sudah selesai belum Nyu?” Dobe balik bertanya.
“Itulah masalahnya, semalam aku sibuk
les piano jadi belum mengerjakan tugas itu, aku nyontek ya Dob…!” jawab Nyulen
merajuk.
“Ogah..., kerjain sendiri, ingat kata
bu Kia, mencontek tugas itu tidak baik!” jawab Dobe sambil menirukan gaya bu
Kia kalau sedang memberikan nasehat pada muridnya. Dobe langsung pergi mengambil
handuk untuk segera mandi.
“Aku traktir deh” lanjut Nyulen terus
merayu.
“Tidak!” tegas Dobe sambil menutup
pintu kamar mandi. Tak berapa lama terdengar nyanyian ala Dobe di kamar mandi
yang membuat pekak telinga, sedangkan Nyulen langsung masuk ke kamarnya setelah
tidak berhasil mendapatkan contekan tugas dari Dobe.
“Bagaimana caranya aku harus menyusun
kartu sebanyak ini?” tanya Nyulen pada dirinya sendiri. Nyulen kemudian
menyusun berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya, ternyata Nyulen menemukan
bahwa unsur-unsur yang mempunyai sifat mirip tidak hanya terdiri atas tiga
unsur saja.
“Huh pusing, kenapa dulu aku mengambil
jurusan IPA, coba kalau di SMA ada jurusan seni, aku akan mengambil jurusan
seni musik, aku mungkin sudah menjadi musisi terkenal kali” sesal Nyulen
menyalahkan situasi. Nyulen beranjak menuju alat musik sebangsa dengan piano kecil di sudut kamarnya, tak
lama kemudian mulai terdengar lagu lembut mendayu. Lagu yang dinyanyikan Nyulen
langsung menyentuh kalbu siapapun yang mendengarnya, beda sekali dengan suara
Dobe yang tak jelas nadanya.
“Wey, bukannya ngerjain tugas malah
nyanyi” tegur Dobe yang masih sibuk mengeringkan rambutnya yang basah.
“Santai Bro, kan baru besok
dikumpulkan, nanti juga selesai” jawab Nyulen ringan. Sebenarnya perasaannya
tak sesantai itu, dia masih merasa penasaran dengan tugas kimianya. Lama Nyulen
terdiam memandang susunan kartu unsur di lantai.
“Oke, sepertinya aku dapat pemecahan masalahnya”
katanya yakin. Nyulen menyusun kartu-kartu unsur kembali berdasarkan kenaikan
massa atom relatifnya sebanyak tujuh kartu berjajar ke samping sampai kartu
ditangannya habis.
Dari kartu unsur yang Nyulen susun
ternyata ditemukan pengulangan sifat-sifat unsur sesuai dengan pengulangan not
lagu (oktaf), artinya unsur kesatu memiliki sifat yang sama dengan unsur
kedelapan, unsur kedua memiliki sifat yang sama dengan unsur kesembilan, dan
seterusnya.
Nyulen asik memilah dan memilih kartu
unsur yang kemudian dia hubungkan dengan sifatnya. Saking asiknya, Nyulen tidak
menyadari bahwa kegiatannya tidak luput dari perhaian Dmitri Ivanovich
Mendeleyev. Apa yang dikerjakan Nyulen sangat menarik perhatian Mendel. Tapi
Mendel merasa ada sesuatu yang aneh dengan urutan kartu unsur yang disusun
Nyulen. Tanpa setahu Nyulen, Mendel kembali ke kamarnya.
“Jika menyusun seperti itu, aku rasa
ada yang terlalu dipaksakan?” pikir Mendel mengingat susunan kartu unsur
Nyulen. Mendel mengambil kartu unsur yang menumpuk di meja belajarnya. Bagi
Mendel menyusun dan mempermainkan kartu ditangannya bukan lagi masalah. Dia
dijuluki si peramal kartu oleh semua penghuni kost. Tapi kalau menyusun kartu
unsur, lain lagi masalahnya.
“Sepintas tadi aku lihat Berilium
(Be), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), dan Seng (Zn) disusun secara vertikal”
guman Mendel sambil menyusun kartu sesuai dengan apa yang dilakukan Nyulen.
Kemudian Mendel mencocokan sifat kimia dan sifat fisika keempat unsur tersebut,
ternyata unsur Zn mempunyai sifat yang berbeda dengan ketiga unsur yang
lainnya.
“Wah ga bisa kalau begini susunannya”
ujar Mendel sambil terus berpikir bagaimana caranya untuk menyusun kartu unsur
yang menurutnya lebih baik.
“Susunan berdasarkan kenaikan massa
atom relatif unsur sudah benar, si Odling juga menyusun kartu seperti itu,
hanya saja penempatan beberapa unsur oleh Nyulen terlihat sangat dipaksakan”
guman Mendel.
Mendel kemudian menyusun 63 kartu
ditangannya berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya. Susunan kartu unsur
yang mempunyai sifat yang mirip diletakkan dalam satu jalur vertikal dari atas
ke bawah. Mendel memberi nama lajur ini dengan sebutan golongan. Sedangkan
lajur horizontal dari kiri ke kanan disebut periode. Mendel kelihatan bingung
ketika melihat susunan Kobalt (Co) yang massa atom relatifnya 58,933 dengan
Nikel (Ni) yang massa atom relatifnya 58,71. Jika Co lebih dahulu maka tidak
sesuai dengan susunan unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya, tapi
jika Ni lebih dahulu maka kemiripan sifat periodiknya tidak sesuai. Demikian
juga Tellurium (Te) dengan Iodin (I) Mendel merasa kesulitan untuk menyusunnya.
Akhirnya Mendel memutuskan untuk menempatkan unsur-unsur tersebut sesuai dengan
kemiripan sifat periodiknya, meskipun hal itu menyalahi aturan kepriodikan yang
telah ditentukan sebelumnya.
“Nah, susunan yang beginikan lebih
baik” katanya puas. Mendel memperhatikan susunan kartu-kartu unsur yang
memenuhi tempat tidurnya.
“Tapi, kalau aku susun berdasarkan
kemiripan sifat periodik unsurnya, susunannya jadi bolong-bolong nih” guman
Mendel saat melihat banyak tempat kosong diantara susunan kartu unsur.
“Mungkin kartu unsur yang diberikan bu
Kia ga lengkap nih, atau ada yang tertinggal di tasku ya?” kata Mendel sambil
mengaduk-aduk isi tasnya.
“Ga ada..., seharusnya aku punya
setidaknya tiga unsur lagi yaitu Scandium, Gallium, dan Germanium” katanya
lagi. Mendel memberi tanda pada tempat kosong dalam susunan kartunya dengan
menyertakan kemungkinan beberapa sifat yang sudah dia ramalkan.
Sayup-sayup terdengar lagu iwak peyek
yang dinyanyikan Dobe di kamarnya, disusul teriakan keras dari kamar paling
pojok dekat dapur.
“Dobe… diaaaaaaaaaaam, pusing tau
dengar suaramu” teriak Mossy. Teriakan Mossy yang jika di akta lahir tertulis
Mossely tidak mampu menghentikan keasikan Dobe bernyanyi. Teriakan itu bahkan
membuat Dobe semakin bersemangat. Perut Dobe yang bulat seperti Giant di film
Doraemon nampak memantul mengikuti irama tarian Dobe. Dobe sebisa mungkin
menirukan gaya Andre dan Sule di pentas Opera van Java. Namun, karena postur
tubuhnya yang subur membuat ia kehabisan nafas.
“Dobe, Please..., aku sedang mengerjakan tugas bu Kia nih…!” lirih Mossy
ketika sudah di depan kamar Dobe. Si Dobe hanya nyengir senang sambil mengatur
nafasnya yang berlari kencang.
“Maaf, tidak ada maksud mengganggu,
aku hanya sedang senam untuk melangsingkan perutku” ujar Dobe sambil memegang
perutnya yang tambun. Mossy hanya tersenyum. Dia tahu, apapun cara yang
dilakukan Dobe untuk melangsingkan perutnya tidak akan berhasil jika porsi makannya
tidak pernah dikurangi.
Mossy kembali ke kamarnya untuk
menyelesaikan tugas dari bu Kia. Mendel iseng melihat pekerjaan Mossy ketika ia
akan pergi ke dapur.
“Sudah selesai Moss?” tanya Mendel.
“Sedikit lagi..., tugasmu bagaimana?”
Mossy balik bertanya. Mendel duduk di sebelah Mossy yang masih sibuk menyusun
kartu-kartu unsur menjadi beberapa baris di lantai kamarnya. Penyusunan kartu
tersebut hampir sama dengan penyusunan kartu yang dilakukan Mendel. Lothar
Meyer teman sekelasnya pun melakukan hal yang sama. Perbedaannya, Mossy
menyusun kartu unsur berdasarkan kenaikan nomor atom bukan massa atom
relatifnya. Mossy juga menambahkan lajur vertikal sehingga unsur-unsur dalam
setiap lajurnya memiliki sifat yang sama.
“Sudah, hanya saja ada beberapa kartu
yang menurutku tertinggal” jawab Mendel.
“Unsur apa?, sepertinya aku punya
unsur yang sama tadi” tanya Mossy sambil mengingat dimana ia letakkan kartu
unsur yang tak terpakai.
“Ekasilicon kalau ga salah… tapi
kayanya bukan itu namanya, emmmm… sifatnya sih aku ingat” .
“Ekasilicon sepertinya aku tidak
punya. Hanya saja...sebentar” Mossy mencari sisa kartunya di meja belajar.
“Oke, ini dia. tapi..., aku hanya punya Germanium bukan Ekasilicon?” kata Mossy
lalu memberikan kartu unsur Germanium ke Mendel.
“Germanium..., bisa saja sih, aku bawa
ya, makasih Moss” ucap Mendel langsung menuju kamarnya, dia lupa akan tujuannya
semula. Sesampainya di kamar, Mendel langsung mencocokan sifat unsur Germanium
dengan unsur yang sudah dia ramalkan sebelumnya. Tiba-tiba “ Siiiplah..., betul
Moss... unsur yang tertinggal ternyata Germanium!" teriak Mendel setelah tahu
sifat Germanium sama dengan sifat Ekasilicon.
“Dasar peramal, dia tahu saja kalau
ada kartu yang kurang” guman Mossy saat mendengar teriakan Mendel.
Hari minggu kembali ramai oleh
aktivitas Mendel dan ketiga temannya. “Dobe…, diaaaaaaaaaaaaaaam!!!!” teriakan
terindah yang selalu melengkapi kemeriahan di Chemistry House.
~***~
Beberapa tahun kemudian….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar