Modul 3.1 Tahapan elaborasi dan koneksi antar materi
Pada tahapan ini, saya berharap dapat mengelaborasi pemahaman tentang paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan. Selain itu, saya juga dapat membuat simpulan dari keseluruhan materi yang didapat.
Pada tahapan elaborasi, saya menjawab beberapa pertanyaan pematik dan menuliskan beberapa pertanyaan untuk mengelaborasi pemahaman saya terhadap konsep-konsep yang belum dipahami, hal-hal yang menurut saya menarik, dan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Pada sesi video conference, saya mendapatkan penguatan dari instruktur dan para calon guru penggerak lainnya tentang paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan.
Pada tahapan koneksi antar materi, saya menyimpulkan keseluruhan materi yang didapat dan kaitannya satu dengan yang lain. Saya dapat menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan dan sudut pandang. Dalam pendidikan, pemimpin pembelajaran memahami filosofi pendidikan yang dapat memengaruhinya dalam pengambilan keputusan. Filosofi Ki Hadjar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Filosofi Ki Hadjar Dewantara seperti yang sudah dipelajari di modul 1.1 menekankan pendidikan sebagai sarana pembebasan dan memanusiakan manusia. Ki Hadjar Dewantara mengembangkan konsep pendidikan untuk semua tanpa memandang status sosial sebagai upaya membentuk generasi yang merdeka, mandiri dan berkarakter mulia. Berdasarkan hal tersebut, pengambilan keputusan pemimpin hendaknya memastikan akses pendidikan untuk semua, menghormati keberagaman, dan mengembangkan lingkungan pendidikan yang mendukung karakter dan kemandirian. Sedangkan Pratap triloka mengembangkan konsep “triloka” yang merujuk pada tiga ranah pemahaman yaitu: loka bathin (realitas internal), loka nyata (realitas eksternal), dan loka ideal (realitas yang diidealkan). Filosofi ini menekankan pentingnya pemahaman menyeluruh terhadap realitas sebagai dasar pendidikan yang bermakna. Pratap triloka memberikan inspirasi kepada pemimpin untuk mengambil keputusan yang lebih berorientasi pada menciptakan pengalaman belajar yang bermakna, relevan, dan terintegrasi dengan realitas internal dan eksternal murid. Jadi, baik filosofi Ki Hajdar Dewantara maupun Pratap Triloka memberikan konstribusi penting untuk membimbing pemimpin pembelajaran dalam membuat keputusan yang bijaksana, mendukung pendidikan yang inklusif, bermakna dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan murid.
Pengambilan keputusan akan menjadi keputusan yang baik dan benar jika mengacu pada prinsip dan nilai-nilai kebajikan. Konsep nilai telah saya pelajari pada modul 1.2. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita memengaruhi prinsip-prinsip yang kita anut dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang memiliki nilai-nilai yang berkaitan dengan keterbukaan terhadap keragaman mungkin akan lebih suka melibatkan berbagai perspektif dalam pengambilan keputusan dan melakukannya demi kebaikan orang banyak atau memiliki prinsip berpikir berdasarkan hasil akhir. Pemimpin dengan nilai-nilai yang kuat terkait kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan akan lebih cenderung membuat keputusan yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Pemimpin tersebut akan menjunjung tinggi nilai-nilai dalam dirinya. Namun, jika pemimpin tersebut memiliki nilai-nilai kasih sayang dan empati akan berpikir berdasarkan rasa peduli sebagai prinsip dalam pengambilan keputusan.
Perlu diketahui, walaupun pengambilan keputusan telah berlandaskan pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu, tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya, maka diharapkan keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Inilah alasan mengapa pemimpin pembelajaran harus mempunyai keterampilan dalam pengambilan keputusan. Coaching dalam modul 2.3 bertujuan untuk membantu individu atau tim dalam mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan. Dalam kegiatan coaching, coach membantu coachee untuk mengklarifikasikan tujuan mereka. Ini mencakup pemahaman yang lebih baik tentang apa yang ingin dicapai dan bagaimana tujuan tersebut dapat diartikulasikan dalam konteks pengambilan keputusan, sehingga coachee terlibat sepenuhnya dalam pengambilan keputusan dan berkomitmen mengambil tanggung jawab atas keputusannya. Coaching dapat membantu individu mengembangkan keterampilan analisis yang diperlukan dalam mengumpulkan informasi yang relevan, memahami konsekuensi dan alternatif pilihan lainnya secara kritis. Kegiatan ini juga dapat membantu individu mengeksplorasi dan menyadari nilai dan prioritasnya. Hal ini sangat penting karena nilai-nilai pribadi dapat memengaruhi preferensi dan keputusan yang konsisten dengan nilai-nilai yang diyakininya. Coaching juga mendorong refleksi pribadi yang mendalam, mengelola ketidakpastian dengan lebih baik, mengidentifikasi resiko, dan mengembangkan strategi untuk mengatasi ketidakpastian tersebut. Pengambilan keputusan seringkali melibatkan berbagai pihak dan terkadang berujung pada dilema etika. Coaching dapat membantu individu mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif untuk berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan, mendengarkan pandangan mereka dan memfasilitasi proses keputusan bersama. Keterampilan komunikasi ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya.
Seperti halnya seorang pendidik, kemampuan pendidik dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosional dapat memiliki dampak yang signifikan pada pengambilan keputusan, terutama dalam menghadapi dilema etika di lingkungan pendidikan. Kompetensi sosial-emosional telah dipelajari di modul 2.2. Kompetensi sosial dan emosional (KSE), yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Kesadaran diri membantu guru mengenali nilai-nilai, keyakinan dan bias pribadi mereka sendiri. Kesadaran diri memungkinkan guru dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang termasuk dilema etika atau bujukan moral sehingga dapat memastikan bahwa keputusan tersebut dilakukan dengan kesadaran penuh (mindfull) dan sejalan dengan norma-norma etika dan keadilan. Profesi guru dapat menimbulkan berbagai situasi yang meningkatkan stres, terutama ketika dihadapkan pada dilema etika. Pada saat inilah, kemampuan guru dalam manajemen diri sangat diperlukan dalam mendukung kejelasan pemikiran sehingga dapat membuat keputusan yang tepat dalam situasi yang menantang emosional. Selain itu, kesadaran sosial atau kemampuan guru untuk merasakan dan memahami perasaan serta perspektif seseorang dapat membantu guru mempertimbangkan berbagai konsekuensi dan memilih opsi yang paling memperhatikan kesejahteraan emosional murid dan pemangku kepentingan lainnya. Guru yang terlibat secara sosial dapat membangun hubungan yang kuat dengan murid, orang tua murid, rekan sejawat dan komunitas pendidikan. Hubungan yang baik ini akan memudahkan proses pengambilan keputusan dan melalui kolaborasi dapat menyelesaikan dilema etika. Guru juga harus memiliki keterampilan berelasi. Keterampilan berelasi dapat membantu guru berkomunikasi secara jelas dan membuka dialog dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, memfasilitasi pemahaman bersama dan mencegah konflik. Selain meningkatkan kompetensi sosial dan emosionalnya, seorang guru dapat memprioritaskan pendekatan pendidikan sosial-emosional di dalam kelas untuk mengembangkan keterampilan sosial murid untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dimana guru dan murid dapat berkolaborasi menghadapi dan menyelesaikan dilema etika di kelas dengan melakukan pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggungjawab.
Pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggungjawab ini tidaklah mudah apalagi menyangkut kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika. Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika dapat kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik melalui beberapa langkah dan pertimbangan sebagai berikut: 1) Identifikasi nilai-nilai pribadi; langkah awal adalah mengidentifikasi nilai-nilai pribadi yang dimiliki oleh pendidik yang mencakup nilai kejujuran, keadilan, empati, tanggungjawab, dan nilai-nilai etika lainnya. Pendidik perlu merenung dan memahami nilai-nilai yang dipegang teguh. 2) Analisis kesesuaian nilai dengan kasus; setelah nilai-nilai pribadi diidentifikasi, pendidik dapat menganalisis kesesuaian nilai-nilai tersebut dengan kasus etika yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan yang relevan termasuk sejauhmana nilai-nilai ini terlibat dalam situasi tersebut dan apakah ada potensi konflik antara nilai-nilai yang berbeda. 3) Pertimbangkan dampak dan konsekuensi; pendidik perlu mempertimbangkan dampak dan konsekuensi dari pilihan tindakan yang mungkin diambil. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu dalam mengevaluasi dampak etika seperti "Bagaimana keputusan ini akan memengaruhi murid?", "Apakah keputusan ini sesuai dengan misis sekolah?" dan "Bagaimana implikasi jangka panjangnya?". 4) Konsultasi dengan peers atau mentor; pendidik dapat mencari dukungan dan perspektif tambahan dengan berkonsultasi dengan rekan kerja atau mentor. Diskusi dengan orang-orang yang memiliki pengalaman dan pemahaman etika dapat membantu pendidik mendapatkan wawasan tambahan dan mendapatkan sudut pandang yang lebih luas. 5) Pertimbangkan perspektif murid dan orang tua murid; pendidik perlu mempertimbangkan perspektif siswa dan orang tua terkait dengan keputusan etika yang diambil. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut akan dipahami dan diterima oleh pihak-pihak terkait dapat membantu memastikan bahwa keputusan mencerminkan nilai-nilai yang dihargai oleh seluruh komunitas pendidikan. 6) Konsistensi dengan etika profesional; pendidik sering memiliki kode etik profesional yang menetapkan standar perilaku etika dalam profesi mereka. Mengevaluasi apakah keputusan yang diambil konsisten dengan kode etik ini dapat membimbing pendidik dalam menentukan apakah tindakan tersebut etis. 7) Pemahaman diri dan pembelajaran; setelah keputusan diambil, penting bagi pendidik untuk terus memahami diri mereka sendiri, merefleksikan keputusan yang diambil, dan belajar dari pengalaman tersebut. Pemahaman diri yang terus berkembang dapat membantu dalam penyesuaian nilai-nilai dan pendekatan etika di masa mendatang. Dengan menggunakan pendekatan ini, seorang pendidik dapat membawa diskusi tentang studi kasus etika kembali kepada nilai-nilai pribadi mereka, memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan integritas dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral yang dipegang teguh.
Pendekatan tersebut telah dipelajari dalam modul 3.1 yang dikenal dengan 9 (sembilan) langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memandu dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan. Langkah-langkah tersebut yaitu; 1) mengenali nilai-nilai yang bertentangan, 2) menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, 3) kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, 4) pengujian benar dan salah dengan uji legal, uji regulasi/standar profesional. uji intuisi, uji publikasi, dan uji panutan/idola, 5) pengujian paradigma benar lawan benar, seperti individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang, 6) melakukan prinsip resolusi dengan melakukanpendekatan berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan atau berpikir berbasis rasa peduli, 7) investigasi opsi trilema, 8) buat keputusan dan 9) lihat kembali keputusan dan refleksikan. Jika pendidik atau pemimpin pembelajaran dapat melaksanakan langkah-langkah tersebut dengan baik maka pendidik tersebut dapat melakukan pengambilan keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan yang tepat berbasis nilai-nilai kebajikan, dapat dipertanggungjawabkan, dan senantiasa menempatkan kepentingan murid sebagai prioritas, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan pendidikan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Terdapat beberapa tantangan yang saya hadapi untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika yaitu kasus yang dihadapi sangat kompleks yang melibatkan etika, hukum, dan dinamika sosial. Tekanan waktu sehingga sulit untuk melakukan pertimbangan dan refleksi. Keterampilan dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatasi dilema etika yang masih kurang terkait dengan perubahan paradigma pendidikan yang menekankan pada pendidikan berbasis nilai-nilai kebajikan dan keberpihakan pada murid. Selain itu, mudahnya penggunaan teknologi menjadi dilema etika bagi pendidik sehingga pendidik harus melakukan pengambilan keputusan yang tepat agar murid menggunakan teknologi dengan bijak. Tantangan tersulit adalah jika pengambilan keputusan berhadapan dengan tuntutan eksternal seperti orang tua, komite sekolah, otoritas pendidikan, LSM, dan pemangku kepentingan lainnya. Saat inilah saya harus dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dan mempertahankan integritas dalam mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan dalam konteks pengajaran memiliki dampak signifikan pada efektivitas pembelajaran dan pada akhirnya pada potensi murid yang berbeda-beda. Keputusan yang baik dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang memerdekakan murid-murid dan mendukung pengembangan potensi mereka. Berikut adalah beberapa cara pengambilan keputusan pendidik memengaruhi pembelajaran yang memerdekakan murid 1) fleksibilitas dalam pemilihan metode pengajaran, 2) memberikan murid pilihan dalam cara mereka belajar sesuai dengan minatnya, 3) mengadaptasi kurikulum yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhannya dalam mengakses materi pembelajaran, 4) memanfaatkan teknologi untuk menyediakan sumber belajar yang bervariasi, mendukung pembelajaran mandiri atau menyajikan konten secara interaktif, 5) memberikan umpan balik yang konstruktif dan fokus pada pengembangan untuk meningkatkan pemahaman murid pada kekuatan atau area yang perlu mereka tingkatkan, 6) senantiasa mempertimbangkan aspirasi, minat dan tujuan murid dalam pengambilan keputusan melalui dialog terbuka atau survei kebutuhan belajar, 7) menerapkan pembelajaran berbasis projek sehingga murid mendapatkan kesempatan mengeksplorasi minat dan mengembangkan keterampilan yang relevan melalui pengalaman praktis dan kolaborasi dengan timnya, dan 8) apapun keputusan yang diambil, senantiasa melalui proses yang menyertakan pembelajaran keterampilan hidup berkelanjutan seperti pemecahan masalah, keterampilan komunikasi, dan keterampilan kolaborasi yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan.
Pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran dengan merespon kebutuhan unik setiap murid sangat penting. Dengan mempertimbangkan perbedaan individual dan membuat keputusan yang mendukung adaptasi dan personalisasi pembelajaran, pemimpin pembelajaran dapat menciptakan lingkungan yang memerdekakan dan memungkinkan setiap murid untuk mencapai potensinya secara optimal. Pada akhirnya, dengan membuat keputusan yang mendukung pengembangan pribadi, akademis, dan sosial murid, seorang pemimpin pembelajaran dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kehidupan dan masa depan murid tersebut.
Simpulan yang diperoleh dari pembelajaran modul 3.1 adalah pemimpin pembelajaran dalam melakukan pengambilan keputusan menerapkan paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan. Keputusan yang diambil senantiasa meletakkan kepentingan murid sebagai prioritas utama sesuai dengan filosofi dari Ki Hadjar Dewantara. Selain itu keputusan harus berlandaskan nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemimpin pembelajaran harus meningkatkan kompetensi sosial emosional dan keterampilan coaching yang dapat mendukung pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan yang tepat.
Saya mulai memahami tentang konsep-konsep dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan setelah mengikuti pembelajaran sesuai dengan alur MERDEKA dalam modul 3.1. Hal diluar dugaan adalah ternyata pengambilan keputusan pemimpin pembelajaran tidaklah mudah karena setiap keputusan akan memiliki dampak dan konsekuensi, dan tidak mungkin sebuah keputusan sesuai dengan semua pemangku kepentingan. Dulu, saat menghadapi dilema etika, saya mengikuti instuisi sesuai dengan cara pandang saya untuk mengambil keputusan. Setelah mempelajari modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan, saya harus terus belajar dan berusaha menjadi panutan bagi murid-murid dalam mengambil keputusan yang terbaik dan berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan agar murid-murid di sekolah pun tumbuh menjadi generasi tangguh Indonesia yang memiliki integritas, karakter mulia, dan senantiasa mengambil keputusan-keputusan yang etis dan bertanggungjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar